Untuk kali keenamnya, Bali Democracy Forum diselenggarakan di Pulau
Dewata. Ini adalah forum yang inklusif, terbuka, dan konstruktif untuk
berbagi pengalaman berdemokrasi. Tidak untuk menghakimi.
Salah
satu yang berbagi pengalaman adalah China, negara berjuluk `Tirai Bambu`
-- yang selama 30 tahun terakhir telah mereformasi diri dan makin
terbuka pada dunia.
"China memiliki pencapaian hebat dalam bidang politik, ekonomi, kultural, dan pembangunan sosial. Menciptakan 'China Miracle' -- keajaiban China yang menjadi perhatian dunia," kata Duta Besar China, Lu Shumin di Nusa Dua, Bali, Kamis (7/11/2013).
Sejurus
dengan reformasi dan keterbukaan, juga kemajuan ekonomi, masyarakat
China beralih dari struktur yang seragam menjadi plural. "Pemerintah dan
rakyat China mengintegrasikan nilai-nilai universal dan prinsip
demokrasi dengan realitas China," tambah Dubes Lu.
China
membangun sistem demokrasi sosialisme yang sesuai dengan karakteristik
negara. Apalagi, kata Lu, tak ada konsep demokrasi tunggal di dunia.
Sistem
demokrasi sosialisme ala China terdiri dari Kongres Rakyat Nasional
(NPC), sistem multipartai yang dipimpin Partai Komunis China, sistem
otonomi regional bagi etnis minoritas, dan sistem pemerintahan sendiri
di level bawah. "Ini adalah sistem politik yang dirasa paling mampu
menyatukan keinginan dan kekuatan 1,3 miliar penduduk China," kata Lu.
China
bukan lagi yang dulu, dimana rakyatnya banyak yang miskin. Kini, negara
yang kuat dan masyarakat yang makmur adalah tujuan. Menurut Wamenlu,
praktik membuktikan, hanya jika rakyat makmur, maka mungkin untuk
meningkatkan stabilitas sosial, mendorong pembangunan ekonomi, "Dan
memastikan kemajuan reformasi institusional dan politik, serta membangun
politik yang demokratis,"kata Lu.
China, tambah dia, secara
konstan juga mengembangkan sistem hukum yang demokratis dan
mengimplementasikan penegakkan hukum. "Demokrasi bukan anarkhisme, tak
bisa dipisahkan dari kerangka hukum. Semua partai politik, organisasi,
dan warga negara harus mematuhi konstitusi dan hukum."
China
juga menolak pemaksaan atas nama demokrasi oleh pihak luar. "Demokrasi
di berbagai negara sejalan dengan kondisi negara tersebut, bukan
pemaksaan oleh kekuatan eksternal," kata Lu.
Iran Melunak?
Sementara, Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Monteza Samardi menegaskan, demokrasi bukan liberalisme.
"Demokrasi
adalah cara memerintah di mana pemerintah merepresentasikan seluruh
anggota masyarakat yang secara langsung atau tak langsung terlibat dalam
isu dan keputusan yang terkait kepentingan mereka," kata dia.
Wamenlu
menambahkan, Iran adalah tipe pemerintahan demokratis yang berlandaskan
Islam. "Dalam model seperti ini, tak ada kontradiksi antara agama dan
demokrasi," kata dia.
Demokrasi di Iran, kata Samardi, salah
satunya diwakili dengan pemilu, baru-baru ini misalnya, di mana 73
persen dari 50 juta rakyat Iran terdaftar sebagai pemilih dalam Pilpres.
"Pemilu adalah praktik demokrasi, sebuah praktik yang diadopsi rakyat
Iran dalam aktivitas sosial dan politik."
Pemerintahan Iran saat
ini adalah yang moderat, dalam kebijakan dalam negeri maupun
internasional. "Republik Islam Iran mencoba menjauhkan diri dari
pendekatan yang memaksa, mendominasi, tak bertanggung jawab, dan radikal
terhadap isu-isu global," kata Samardi. "Sejalan dengan apa yang
disampaikan Presiden Hassan Rouhani kepada Majelis Umum PBB tahun ini."
Iran bahkan mengajak masyarakat dunia bergabung dalam gerakan World Against Violence dan Extremism -- Dunia Melawan Kekerasan dan Ekstremisme. (Ein)
sumber : http://news.liputan6.com/read/740380/menarik-demokrasi-ala-china-yang-komunis-dan-iran-konservatif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar